Headlines News :
Home » » Borok APBA Terungkap

Borok APBA Terungkap

Written By Unknown on Monday, May 6, 2013 | 6:10 PM


 Senin, 6 Mei 2013 10:40 WIB

Temuan Sementara Ada Rp 1,4 Triliun Dana Hibah dan Bansos Langgar Aturan

BANDA ACEH - Mendagri Gamawan Fauzi melakukan koreksi terhadap Qanun Nomor 1 Tahun 2013 tentang APBA 2013 dan menemukan antara lain pelanggaran Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial. Verifikasi sementara oleh Dinas Keuangan Aceh, setidaknya sudah terhimpun sekitar Rp 1,4 triliun dana hibah dan bantuan sosial dalam APBA 2013 yang di-warning oleh Mendagri tak boleh dicairkan.

Informasi yang diperoleh Serambi menyebutkan, Mendagri sudah mengirim surat kepada Gubernur Aceh yang intinya melarang Pemerintah Aceh mencairkan dana bantuan hibah di luar dana hibah bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan hibah berupa barang kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Larangan tersebut turun menyusul dilakukannya koreksi terhadap Qanun Nomor 1 Tahun 2013 tentang APBA 2013 yang nilai totalnya mencapai Rp 11,7 triliun.

Adanya surat Mendagri Nomor 900/2118/SJ Tanggal 26 April 2013 tersebut dibenarkan Kepala Dinas Keuangan Aceh, Azhari Hasan. Azhari didampingi Asisten III Setda Aceh Bidang Keuangan, Muzakkar dan Ketua Tim P2K APBA Setda Aceh, dr Taqwallah. Surat Mendagri tentang larangan pencairan belanja hibah dan bantuan sosial 2013 tersebut merupakan penegas ulang dari surat Mendagri sebelumnya Nomor 903-194 Tahun 2013 tentang Evaluasi RAPBA 2013 dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBA 2013.

“Mendagri menilai pengalokasian dana hibah dan bantuan sosial dalam APBA 2013 melanggar aturan atau Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD/APBA/APBK,” kata Azhari.

Dikatakan Azhari, surat Mendagri Nomor 900/2118/SJ Tanggal 26 April 2013 itu juga sebagai jawaban dari Surat Gubernur Aceh Nomor 900/17848 Tanggal 25 Maret 2013 perihal Pelaksanaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013.

Dalam suratnya Mendagri melarang Pemerintah Aceh mencairkan dana bantuan hibah dan sosial yang terdapat dalam Qanun Nomor 1 Tahun 2013 tentang APBA 2013, yang usulannya tidak masuk dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) 2013.

Dana hibah yang boleh disalurkan, menurut Azhari, antara lain dana BOS untuk SD dan SMP yang merupakan transfer dari pusat kepada provinsi yang selanjutnya disalurkan ke SD dan SMP setiap tiga bulan sekali. Berikutnya dana hibah dalam bentuk barang kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Khusus dana BOS, pagu tahun 2013 mencapai Rp 455,12 miliar.

Kalaupun Pemerintah Aceh tetap akan menyalurkan dana hibah dan bantuan sosial tersebut, menurut Azhari, Pemerintah Aceh bersama DPRA harus membuat perubahan APBA 2013 dan membahas kembali program penyaluran dana hibah dan sosialnya yang usulannya belum memenuhi aturan sebagaimana diatur Permendagri Nomor 32 Tahun 2013 dan UUPA Nomor 11 Tahun 2006.

“Hibah dan bantuan sosial yang akan diberikan kepada sasaran, harus diverifikasi mengenai kepentingan dan dampaknya bagi rakyat secara meluas. Harus pula memenuhi persyaratan sebagaimana diatur Permendagri Nomor 32 Tahun 2011,” tandas Azhari.

Surat Mendagri yang dikirim kepada Gubernur Aceh, menurut Azhari dasar hukumnya sangat kuat. Jika dilanggar, akan menjadi temuan BPK dan KPK. Sehubungan itu, pada Jumat (3/5) sore, pihak Dinas Keuangan Aceh bersama Asisten III dan Ketua Tim P2K APBA melakukan rapat khusus dengan memanggil seluruh Kepala SKPA yang APBA 2013-nya terdapat dana hibah dan bantuan sosial.

Masih terkait dengan surat Mendagri tersebut, hari ini, Senin (6/5) Dinas Keuangan, Asisten III Setda Aceh, dan Tim P2K Setda Aceh akan bertemu Pimpinan dan Badan Anggaran DPRA untuk menjelaskan surat Mendagri yang kedua Nomor 900/2118/SJ Tanggal 26 April 2013. “Inilah salah satu sebab mengapa Gubernur Aceh sampai bulan ini belum membuat juklak penyaluran dana bantuan hibah dan sosial tahun 2013,” ungkap Azhari Hasan. (her)

Keresahan dari Gedung Dewan
TURUNNYA surat Mendagri yang berisi larangan mencairkan dana hibah dan bantuan sosial dari APBA 2013 memunculkan keresahan dari kalangan wakil rakyat di DPRA. Beberapa kalangan menilai wajar Pak Dewan resah, karena dalam daftar larangan dicairkan tersebut termasuk dana hibah dan bantuan sosial dari pos aspirasi dewan.

Informasi yang diterima Serambi, terkait dengan larangan itu, hari ini, Senin 6 Mei 2013 Pimpinan dan Badan Anggaran DPRA mengundang Tim Anggaran Pemerintah Aceh untuk mempertanyakan masalah tersebut. Sebab, tahun anggaran 2013 sudah berjalan empat bulan tapi dana bantuan hibah dan sosial dari pos aspirasi dewan belum juga bisa dicairkan.

Sumber Serambi di jajaran Pemerintah Aceh mengungkapkan, Mendagri melarang pencairan dana bantuan hibah dan sosial tahun 2013 karena melanggar ketentuan yang diatur Permendagri Nomor 32 Tahun 2013. Dana tersebut diusul saat RAPBA 2013 mau disahkan.

Pada 2012, ‘pelanggaran’ yang sama pernah dilakukan Pemerintah Aceh bersama DPRA namun Mendagri masih menolerir dengan catatan tahun berikutnya tidak dilakukan lagi. “Tapi faktanya, dalam pembahasan dan pengesahan APBA 2013 terulang lagi, malah jumlahnya lebih besar lagi, mencapai Rp 1,4 triliun,” kata seorang sumber.

Dana bantuan hibah dan sosial yang dilarang Mendagri, termasuk dana bantuan hibah dan sosial dari usulan dana aspirasi DPRA. Total dana aspirasi DPRA dalam APBA 2013 mencapai Rp 345 miliar atau Rp 5 miliar/anggota DPRA. Proses usulan dana hibah dan bansosnya melanggar aturan atau tidak masuk dalam dokumen KUA dan PPAS 2013 alias penumpang gelap. “Wajar saja Mendagri melarangnya,” lanjut sumber tersebut.

Selain dari pos dana aspirasi dewan, masih ada beberapa pos dana bantuan hibah dan bansos lainnya yang diusul baik melalui gubernur maupun SKPA bersama Komisi-Komisi DPRA untuk kelompok tertentu dengan dalih untuk kelanjutan dan memperkuat perdamaian Aceh.

Selain itu, ada juga dana hibah yang dialokasikan untuk kelembagaan baru yang dibentuk melalui qanun dan aturan lainnya. Dana yang dialokasikan sangat besar namun manfaat untuk rakyat sangat kecil.

Sumber Serambi mencontohkan, dana operasional Lembaga Wali Nanggroe. Alokasi anggarannya mencapai Rp 42 miliar yang dititipkan pada Majelis Adat Aceh (MAA). Juga alokasi anggaran untuk Badan Penguatan Perdamaian Aceh sebesar Rp 70 miliar. “Kedua anggaran itu dan lainnya masuk dalam bagian koreksi APBA 2013 yang dilakukan Mendagri,” demikian sumber Serambi.(her)

MaTA: Jika Cair Kami Lapor
MASYARAKAT Transparansi Aceh (MaTA) menyatakan, jika Gubernur Aceh dan DPRA tetap ngotot mencairkan dana bantuan hibah dan sosial dari APBA 2013 yang dilarang Mendagri, akan dilaporkan ke BPK dan KPK.

“Dengan otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh bukan berarti bisa seenaknya mengusulkan dana hibah dan bansos, apalagi untuk kepentingan politis,” kata Koordinator MaTA, Alfian menanggapi turunnya surat Mendagri yang melarang cairkan dana hibah dan bansos dari APBA 2013.

Menurut Alfian, DPRA selalu menyusun program aspirasinya pada saat RAPBA telah disahkan. Dana aspirasi dalam APBA 2013 mencapai Rp 345 miliar atau Rp 5 miliar/anggota tak masuk dalam dokumen KUA dan PPAS.

Dikatakannya, pada 2011, BPK menemukan ada anggaran Rp 500 miliar tak masuk dalam RKA APBA pada waktu dokumen RAPBA yang disahkan DPRA akan diklarifikasi ke Mendagri. Kebiasan yang sama juga dilakukan DPRA dan Pemerintah Aceh pada waktu penyampaian dokumen RAPBA 2012 kepada Kemendagri yang telah disahkan DPRA. “Tahun lalu Mendagri masih memberikan toleransi, tapi tahun ini tidak. Jika ingin mencairkannya, lakukan melalui perubahan APBA. Harus jelas manfaatnya bagi rakyat, bukan untuk menyenangkan sekelompok orang,” tandas Alfian.

Menurut MaTA, sebelum surat tertanggal 26 April 2013, Mendagri juga telah mengingatkan Pemerintah Aceh dan DPRA melalui surat pertama mengenai hasil evaluasi RAPBA 2013. Waktu itu Mendagri minta usulan program hibah dan bansos yang tidak memberikan dampak luas bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh supaya distop.

Begitu juga bantuan hibah kepada kelembagaan, diminta dirasionalkan besarannya. Misalnya, bantuan kepada Kelembagaan Wali Nanggroe Rp 42 miliar, Badan Penyelamatan Perdamaian Aceh Rp 70 miliar, dan beberapa kelembagaan lainnya. Dana kerja gubernur Rp 60 miliar dan Wagub sebesar Rp 40 miliar juga diingatkan oleh Mendagri agar penggunaannya diatur dengan baik, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu, tapi orang banyak.    

Mendagri juga pernah mengingatkan soal pembayaran tenaga honor dan TPK pegawai yang sudah sangat besar, sehingga menguras penerimaan pendapatan asli daerah mencapai 60 persen.

Tapi, kata Alfian, Pemerintah Aceh dan DPRA belum mengindahkannya. Menurut hasil pantauan MaTA, Pemerintah Aceh belum merasionalkan anggaran yang diminta Mendagri. “Contohnya, dana TPK, pembayaran honor pegawai non-PNS, Lembaga Wali Nanggroe, BPPA, dan lainnya, tetap dijalankan,” demikian MaTA.(her)
SUBER:  Serambinews.com.
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. KUBA_WARRIOR™ - All Rights Reserved
Template didesain ulang rajahimbe